Bagaimana Punnaphoj Aeuepalisa, berusia 31 tahun, akhirnya direkrut untuk pekerjaannya ini layaknya adegan di film ‘Heist'. Namun, alih alih membentuk tim untuk melakukan perampokan, perusahaan ini justru mencari sesuatu yang berbeda. "Dia menghubungi saya dan berkata, 'Saya melihat Anda bisa membuat kode pemrograman. Saya ingin membentuk tim pengembang yang semuanya adalah penyandang disabilitas. Apakah Anda tertarik?" ungkap Punnaphoj kepada DW.
Punnaphoj sejak 2021 bekerja sebagai insinyur perangkat lunak di Vulcan Coalition, sebuah perusahaan rintisan di Bangkok, Thailand. Dia juga seorang tunanetra. Di Vulcan, lebih dari 90% karyawannya memiliki keterbatasan penglihatan atau mobilitas. Perusahaan rintisan di bidang kecerdasan buatan (AI) ini didirikan pada tahun 2017 dan hingga saat ini telah mempekerjakan sekitar 500 penyandang disabilitas di seluruh Thailand. "Kami adalah perusahaan rintisan yang didukung oleh para penyandang disabilitas," ujar CEO Vulcan Methawee Thatsanasateankit kepada DW.
Penyandang disabilitas memiliki kemungkinan yang jauh lebih kecil untuk mendapatkan pekerjaan, bukan hanya di Thailand melainkan juga di negara negara lainnya di dunia. Menurut data PBB, sekitar 80% hingga 90% penyandang disabilitas di negara negara berkembang, yang berada di usia profuktif kerja, tidak memiliki pekerjaan. Di negara negara industri, angkanya bahkan ada di antara 50% hingga 70%. Ikut ikutan Serang Lionel Messi, Ayah Rodrygo Bawa Embel embel Orang Suci
Perusahaan Rintisan AI Thailand Dukung Para Penyandang Disabilitas Perluas Peluang Kerja Penyandang Disabilitas, Unesa Gandeng Tiga Perusahaan IDF Alami Masalah Besar Saat Gencatan Senjata: Prajurit Israel Berkurang, Suporter Hamas Bertambah Halaman 3
"Banyak teman saya yang melamar pekerjaan [dan] mendapat kesempatan wawancara," kata Punnaphoj. "Namun begitu mereka mengatakan bahwa mereka memiliki disabilitas, mereka ditolak bahkan sebelum mereka mendapat kesempatan untuk menunjukkan bahwa mereka mampu," tambahnya. Maka tidak heran jika kaum minoritas ini lebih banyak mengalami kesulitan finansial dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki disabilitas. Menurut data OECD, satu dari empat penyandang disabilitas hidup di rumah tangga berpenghasilan rendah, dibandingkan dengan satu dari tujuh orang tanpa disabilitas. Methawee mengatakan, perusahaannya memungkinkan para penyadang disabilitas untuk mampu mendukung diri sendiri dan keluarga mereka secara finansial.
Perusahaan Vulcan adalah penyedia layanan berteknologi AI bagi klien bisnis, seperti chatbot dukungan pelanggan dan perangkat lunak yang mendeteksi tanda tanda depresi pada karyawan. Mereka juga melakukan pelabelan data, yakni proses pemberian keterangan pada data yang akan digunakan untuk pembelajaran mesin dan algoritme AI. Selain itu, karyawan juga bekerja sebagai kepala tim dan pelatih. Karyawan dengan disabilitas sering kali membutuhkan akomodasi khusus untuk mengimbangi mereka, yang terkadang membuat calon pemberi kerja khawatir.
Untuk mengatasi masalah itu, banyak negara telah memperkenalkan kuota perekrutan. Perundang undangan di Thailand mewajibkan perusahaan untuk mempekerjakan satu penyandang disabilitas untuk setiap 100 pegawai yang ada dalam daftar gaji. Namun perusahaan juga bisa memilih untuk hanya membayar biaya dan tidak mempekerjakan pekerja dengan disabilitas. "Kedua pilihan ini memiliki insentif yang sama persis," ujar Punnaphoj. "Beberapa orang memilih untuk membayar biaya saja, karena mempekerjakan penyandang disabilitas tampaknya lebih melelahkan," katanya.
Namun Vulcan dengan jeli memanfaatkan celah ini menjadi model perekrutan khusus. Karena ada juga opsi ketiga, yakni perusahaan juga bisa menggunakan jasa pihak ketiga untuk mempekerjakan karyawan ini. Di sinilah Vulcan dibutuhkan. Perusahaan bisa menggunakan jasa Vulcan untuk mengontrak pekerja penyandang disabilitas, yang kemudian dipekerjakan oleh Vulcan untuk mengerjakan proyek proyek berteknologi AI. Sebagai gantinya, Vulcan memberi mitra bisnisnya akses ke aplikasi Vulcan, untuk mendorong perusahaan merekrut pekerja dengan disabilitas melalui Vulcan, daripada hanya membayar biaya kepada pemerintah.
Hal ini memungkinkan perusahaan rintisan ini menjadi spesialis dalam memperkerjakan penyandang disabilitas, dan secara bersamaan juga memungkinkan perusahaan perusahaan lain di Thailand untuk memenuhi kuota perekrutan mereka. "Kami ingin menjadi panutan," ujar koordinator pembelajaran dan pengembangan Natthaphat Thaweekarn, 29 tahun. "Kami ingin menunjukkan bahwa tidak peduli apakah Anda memiliki disabilitas atau tidak, semua orang bisa mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka."
Ratita Nantananate, 28, pengelola MissRental, sebuah layanan penyewaan pakaian formal di Bangkok, sebelum menjadi mitra bisnis Vulcan, dia tidak pernah mempekerjakan penyandang disabilitas. "Saya bahkan tidak tahu di mana harus mencari mereka jika saya menginginkannya," katanya kepada DW. Saat ini, Nantananate telah mempekerjakan enam pekerja dengan disabilitas melalui Vulcan dan dia bertekad untuk mendorong orang lain agar ikut mencobanya.
Para pendukung kelompok ini menunjukkan bahwa sebagian besar penyesuaian yang diperlukan para pekerja dengan disabilitas itu dapat dilakukan dengan sedikit atau tanpa biaya bagi pemberi kerja. Hal itu termasuk dalam pemberian jam kerja yang fleksibel atau bekerja dari rumah. Bagi mereka yang bekerja di kantor, pemesanan tempat parkir atau meja di lantai dasar juga mampu memenuhi kebutuhan mereka. Bagi Vulcan, karyawan yang memiliki gangguan penglihatan berarti ada ketergantungan yang lebih besar pada audio.
Sedangkan untuk pekerja dengan gangguan pendengaran, Vulcan mempekerjakan sekelompok mahasiswa tuna rungu, sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan mahasiswa itu, yang akan menyampaikan informasi itu kepada para pekerja dengan gangguan pendengaran. Lokasi juga merupakan hal yang perlu dipertimbangkan. Pekerja dengan disabilitas kemungkinan besar membutuhkan jalur khusus untuk kursi roda atau kamar mandi yang mudah diakses. Itulah mengapa Vulcan menerapkan system bekerja dari rumah, kebijakan yang menurut banyak perusahaan dapat memberikan para pekerja dengan disabilitas peluang mengembangkan talenta yang lebih besar daripada jika harus datang ke kantor.
Menurut perkiraan Organisasi Buruh Internasional (ILO) PBB, meningkatkan kesetaraan ketenagakerjaan pada penyandang disabilitas hingga setara dengan penyandang disabilitas lainnya, justru dapat meningkatkan PDB negara sebesar 3% hingga 7%. "Bukan hanya penyandang disabilitas," ujar CEO Methawee. "Bahkan mereka yang tidak memiliki disabilitas pun memiliki keterbatasan. Jika kita memahami keterbatasan ini dan percaya bahwa semua orang bisa bekerja, kita bisa merancang bagaimana mereka bisa bekerja." (kp/as)